Makassar, JURNALPOLRI.MY.ID – Divisi Humas Polri kembali menegaskan komitmennya dalam menangkal radikalisme dan terorisme yang kian mengakar di era digital. Melalui gelaran Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Terorisme adalah Musuh Kita Bersama”, Senin (26/5/2025), forum ini menjadi wadah strategis untuk merumuskan langkah-langkah kolektif dalam menjaga ketahanan ideologis masyarakat. Diselenggarakan di Aula Polrestabes Makassar, kegiatan ini melibatkan berbagai unsur—dari tokoh agama, pemuda, mahasiswa, hingga perwakilan masyarakat sipil.
Forum dibuka langsung oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago, yang menggarisbawahi urgensi sinergi lintas elemen dalam menghadapi infiltrasi paham ekstrem.
Menurutnya, di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat dituntut lebih sigap dalam mengenali dan merespons potensi radikalisasi sejak dini.
“Saat ini kita jangan mimpi untuk kembali ke era konvensional. Sekarang adalah era digitalisasi. Oleh karena itu, kita tidak perlu memusuhi situasi sekarang, tapi kita mengikuti dan bijaklah,” tegas Kombes Pol Erdi.
Ia juga menyoroti pergeseran sumber kenakalan remaja yang kini lebih banyak bermula dari kamar pribadi, bukan lagi lingkungan pergaulan.
“Anak kita nakal itu bukan dari faktor lingkungan, bukan karena berteman dengan si A, B, atau C. Tidak. Nakalnya anak kita itu dimulai dari kamarnya sendiri, dari gadget dan akses wifi yang tidak terkontrol,” jelasnya.
Dalam konteks ini, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya para orang tua, untuk lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial.
Menurutnya, sebagian besar aktivitas kini sudah melekat erat dengan gawai, mulai dari urusan keluarga hingga aktivitas sosial.
FGD ini juga menghadirkan narasumber khusus Ustadz Muchtar Daeng Lau, seorang mantan narapidana terorisme (napiter) yang kini aktif berdakwah sebagai bentuk pengabdian kepada negara.
Dalam pemaparannya, Ustadz Muchtar mengingatkan pentingnya verifikasi informasi, khususnya yang tersebar di media sosial, agar tidak terjebak dalam penyebaran hoaks atau paham-paham yang menyesatkan.
“Saring sebelum sharing. Karena tanpa disadari, menyebarkan informasi tanpa sumber yang jelas itu bisa menambah dosa,” ujarnya.
Ia juga mencontohkan bagaimana penyebaran konten keagamaan yang keliru kerap terjadi di grup-grup media sosial tanpa ada kejelasan sumbernya.
“Hadis-hadis yang belum tentu sahih beredar bebas. Kalau dulu prestasi hanya dikenal di lingkungan sekitar, sekarang cukup unggah ke media sosial dan yang dicari hanya like, share, dan komen,” tambahnya.
Divisi Humas Polri menempatkan FGD ini sebagai titik awal yang strategis dalam membangun kesadaran kolektif, terutama di kalangan generasi muda, untuk melawan paham intoleran dan radikal yang mengancam persatuan.
Dengan pendekatan yang humanis serta berbasis literasi digital, Polri tak hanya menjalankan tugas keamanan semata, tapi juga merawat ikatan kebersamaan demi menjaga keutuhan NKRI.
Ini bukan sekadar diskusi formal, melainkan langkah nyata Divisi Humas Polri dalam memperkuat fondasi bangsa di era penuh tantangan informasi. (*)















