JURNALPOLRI.MY.ID, Jeneponto – Udara pagi masih dingin saat suara peluit apel terdengar nyaring di Lapangan Parang Passamaturukang, Selasa (8/4/2025).
Di bawah sinar matahari yang mulai naik pelan, ratusan petugas kebersihan berdiri tegak, sebagian mengenakan rompi oranye yang mulai pudar, sebagian lagi memegang sapu lidi kesayangan mereka.
Di hadapan mereka, berdiri tegas Bupati Jeneponto, H. Paris Yasir—bukan hanya sebagai pemimpin, tapi juga sebagai penyemangat mereka yang selama ini bekerja dalam senyap.
Apel “Bersih-Bersih” pagi itu bukan sekadar seremonial. Bupati Paris membawa pesan penting: revolusi kebersihan dimulai hari ini, dari hati.
Di tengah deretan armada truk pengangkut dan petugas berseragam kerja, Paris Yasir tak segan turun langsung. Ia bukan hanya memeriksa barisan, tapi juga bertanya langsung kepada petugas:
“Berapa upahmu sebulan?” Sebuah pertanyaan sederhana, tapi mengandung kepedulian mendalam.
“Saya ingin pastikan, kalian yang menyapu jalan dan menahan bau sampah tiap hari, juga bisa hidup dengan layak,” ucapnya disambut anggukan haru.
Sorotan Bupati bukan hanya pada pengangkutan sampah, tapi juga perlengkapan kerja.
“Jas hujan harus segera dibagikan. Tidak boleh ada petugas yang berhenti bekerja hanya karena hujan,” tegasnya.
Kalimat ini terdengar seperti janji kecil, tapi besar artinya bagi mereka yang tetap berjaga bahkan saat langit sedang murka.
Di sisi lain lapangan, Wakil Bupati Islam Iskandar ikut mengisi arahannya dengan semangat.
Ia menyampaikan gagasan unik: ASN diminta ikut andil melalui retribusi sampah sebesar Rp5.000 per bulan.
Meski masih bersifat usulan, langkah ini menjadi penanda bahwa kepedulian terhadap lingkungan harus merata, dari pimpinan hingga staf paling bawah.
“Kita semua punya peran. Jangan biarkan sampah hanya jadi urusan petugas kebersihan,” katanya.
Satu Komando: Sampah Harus Hilang!
Menutup apel, Paris Yasir memberi komando keras tapi penuh motivasi. Mulai hari itu, tak ada lagi alasan bagi sampah untuk tinggal terlalu lama di tempatnya.
Armada kebersihan dikerahkan penuh. Tak ada kompromi, bahkan dengan hujan.
“Bangunki Jeneponto, sehatki semua! Tidak ada lagi sampah menumpuk. Ini bukan pilihan, ini keharusan!” teriaknya yang disambut tepuk tangan para peserta apel.
Apa yang terjadi pagi itu di Parang Passamaturukang bukan hanya soal sampah. Tapi tentang arah baru Jeneponto—kabupaten yang ingin lebih sehat, lebih bersih, dan lebih bahagia.
Apel ini adalah simbol. Simbol bahwa perubahan dimulai dari kepedulian. Dari bertanya “apa kabar petugas kebersihan?” hingga mengusulkan retribusi bagi ASN.
Wajah-wajah petugas kebersihan yang hari itu berdiri gagah, tampak lebih segar.
Mungkin karena merasa diperhatikan, atau karena merasa hari itu bukan hanya mereka yang peduli pada sampah.
Kini, semua ikut menyapu. Bukan cuma jalanan, tapi juga hati dan kebiasaan. (Humas Kominfo)