Jakarta;JURNALPOLRI.COM
Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro Asst. Prof. Dr. Edi Ribut Harwanto, S.H, M.H., terpangil untuk memenuhi kewajiban Tridarma Perguruan Tinggi melakukan pengabdian edukasi masyarakat setelah dirinya banyak didatangi wartawan kelompok masyarakat Kota Metro untuk meminta pandangan hukum terkait polemik penetapan tersangka calon Wakil Walikota Metro QZ oleh Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro.
Berdasarkan amanat UU No 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi Paragraf 1, Pasal 9 ayat (1), Aayat (2) dan Ayat (3), terdapat kewenangan seorang dosen yang memiliki kebebasan mimbar akademik dan otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertangung jawab mengenai susuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dari cabang ilmunya.
Selain itu, kebebasan akademik juga kebebasan civitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengambangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertangung jawab melalui pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, yaitu, pendidikan, penilian dan pengabdian kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, sangat relevan ketika saya memberikan pandangan hukum ke public terkait dengan disiplin kelimuan untuk memotret peristiwa hukum atau masalah hukum yang menjadi perhatian masyarakat umum dim Kota Metro. Hal ini, masalah yang sedang trending topic di Kota Metro, berkaiatan dengan penetapan tersangka Calon Wakil Walikota Metro QZ oleh penyidik Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro.
Kepada wartawan di Kampus Fakultas Hukum Um Metro, Edi Ribut Harwanto, Dekan Fakultas Hukum UM Metro, mengatakan, bahwa telaah dan kajian hukum yang ia sampaikan ke public adalah bagian dari tridarma perguruan tinggi, pada bagian untuk pengabdian masyarakat, dalam hal ini adalah untuk penyampaikan pandangan hukum terhadap polemic penetapan tersangka Calon Wakil Walikota Metro QZ oleh Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro, di dari sisi hukum positif nasional di Indonesia hukum formil dan hukum materilnya secara obyektif berdasarkan fakta hukum dilapangan yang dirangkum dari berbagai sumber, baik peryataan Kasat reskrim Polres Metro, Ketua Bawaslu, pengacara tersangka, dan sumber hukum lain yang relefan sebagai bahan kajian dan telaah hukumnya pada saat mereka memberikan keterangan pers kepada wartawan di Kota Metro.
Perlu diketahui, bahwa kasus dugaan pelangaran tindak pidana saat ini merujuk pada Pasal 63 ayata (2) KUHP, “kalau bagi suatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan”. Artinya, aturan ketentuan pidana khususlah yang dipakai oleh penyidik, yaitu, UU No 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang Undang No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang Undang No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang Undang. Pasal 71 ayat (1), “pejabat Negara , pejabat aparatur sipil Negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye. Ayat (2), “petahana dilarang melakukan pengantian pejabat enam bulan sebelum masa jabatan berakhir”. ( Ayat (3),”petahana dilarang mengunakan program dan kegiatan pemerintahan daerah untuk kegiatan pemilihan enam bulan sebelum jabatanya berakhir”.
Ayat (4),”Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana di maksud ayat (2) dan ayat (3) petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, Edi Ribut Harwanto mengaskan, bahwa, Pasal 69 mengenai larangan kampanye, di tegaskan, larangan dalam kapampanye, pada Huruf (e),”mengangu kemananan, ketentraman dan ketertiban umum”. (diksi kalimat ketertipan umum dan ketentraman masyarakat di maknai : ketertipan masyarakat, dimaknai suatu keadaan kehidupan masyarakat yang serba teratur dan tertata dengan baik, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Ketertiban umum dimaknai, sebagai sendi sendi asasasi yang diperlukan untuk berjalanya system hukum, system ekonomi dan system social). Dalam hal ini, penyidik tingal mengembangkan, apakah alat bukti vidio kapanye sebelum jadwal kampanye ditetapkan oleh KPU tersebut, masuk bagian dari katagori pelangaran pada huruf (e) dengan mengunakan teknik politik criminal dan sosiologi criminal dalam mengalanalisa alat bukti tersebut dengan melibatkan ahli hukum pidana, ahli forensik digital dan ahli bahasa dari pakar atau ahli dari akademisi yang memiliki sertifikasi pendidik /dosen dari Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI. Huruf (h) , “mengunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah”.
Huruf (k), “melakukan kegiatan kampanye diluar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Proinsi maupun KPU Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, didalam ketentuan Pasal 72 di tegaskan, ,”pelangaran atas ketentuan larangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 69 huruf ( a) sampai dengan huruf (h), merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari aturan yang saya sebutkan diatas, nanti kita akan lihat, penyidik akan membuktikan dugaan tindak pidana yang mana, huruf (e), huruf (h) atau huruf (k) di dalam aturan tersebut, karena didalam penentuan seorang tersangka, diksi teks kalimat hukum yang telah dituangkan di dalam ketentuan undang-undang ini, tidak boleh dimaknai lain, harus di buktikan sesuai fakta fakta hukum yang terjadi.
Dalam teori ilmu hukum, untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan delik, yang di tuduhkan kepada kepada tersangka, ada lima unsure yang harus terpenuhi. Yaitu, satu, harus ada kelakuan (gedraging), dua kelakuan harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijke omschrijving) . Selanjutnya, ketiga kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak, keempat kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku dan kelima kelakuan itu diancam dengan hukuman. Jika, penyidik memenuhi lima unsure tersebut dalam penetapan tersangka, maka hal itu sudah termasuk procedural, selain berpijak pada ketantuan Hukum Acara Pidana Pasal sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1), yaitu alat bukti yang sah adalah, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, bukti pertunjuk dan keterangan terdakwa.
Selanjuntya, dari telaah sanksi atas perbuatan melawan hukum secara pidana sebagaimana saya sebutkan diatas, diatur didalam ketentuan sanksi pidana bagi seeorang yang melangar ketentuan pidana pelangaran adminstrasi diatur didalam ketentuan Pasal 187 ayat (1) sampai dengan ayat (7), Pasal 188 , Pasal 189. Ketentuan Pasal 187 ayat (1), ancaman pidana 15 hari sampai tiga bulan penjata denda 600 ribu sampai dengan 6 juta rupiah, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditentukan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/ Kota. Pasal 187 ayat (2), ”ancaman 1 bulan sampai dengan bupan penjara, denda 600 ribu rupiah sampai dengan 6 juta rupiah, bagi setiap orang yang sengaja melakukan pelangaran ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagai dimaksud didalam Pasal 69 huruf (g), huruf (h), huruf (i), dan huruf (j).
Dalam hal ini, Edi Ribut Harwanto, mengatakan, bahwa regulasi hukum itu sudah jelas, sehingga penyidik Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro, tingal mevalidasi alat bukti yang telah ada deng metode pendekatan penyidikan hukum dan kriminalistik, yang tentu saya yakin penyidik telah memiliki pengalaman yang baik dalam penganagan kasus delik khusus ini. Selanjutnya, menurut pandangan hukum saya, untuk memberikan contoh ketataan hukum bagi seseorang yang telah ditetapkan menjadi tersangka, upaya hukum yang semestinya dilakukan adalah menguji status tersangkanya ke pengadilan melalui upaya hukum praperadilan dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 21/PUU-II/2014 tentang Putusan memperluas wewenang praperadilan untuk meliputi penetapan tersangka, pengeledahan dan penyitaan dan aturan yang telah ditentukan dalam Kitab Undang Undang Hukum Aacara Pidana (KUHAP).
Dengan mengajukan praperadilan, justru akan memberikan perlindungan hukum terhadap hak Miranda Rule (hak hak tersangka) untuk mendapatkan kepastian hukumnya. Dan, jangan mengambil upaya hukum lain karena kasus ini sudah masuk ranah penyidikan oleh Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro. Penyelesaian jalur politik tidak relefan lagi dalam proses penyelasaian hukum. Sehingga, jika hal itu dilakukan, justru itu akan menimbulkan polemic di masyarakat dan terjadi pembiaasan penegakkan hukum tidak ada kepastian hukumnya. “Sebagai akademisi yang memiliki tangung jawab untuk melakukan edukasi hukum dalam rangka melaksanakan tridarma perguruan tinggi pada aspek pengabdian kepada masyarakat, maka pandangan hukum ini perlu saya sampaikan ke public, agar pandangan hukum ini dapat dipahami oleh semua pihak, dan berpikir cerdas berbicara dalam kontek peradilan hukum yang adil dan sebagai control public dalam upaya membantu menegakkan proses penindakan hukum yang baik terukur, bijak, pasti, tranparan menjunjung tinggi etika profesi, dan mendukung penyidik tetap professional, presisi, prediktif, responsive, transparan dan berkeadilan. “Tersangka memiliki hak hukum untuk menguji melalui permohonan gugatan praperadilan melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri Metro, jika merasa status tersangka ini mengangu dalam proses pencalonan pemilhan kepala daerah di Kota Metro, sehingga jika alat bukti lemah dan status tersangka di batalkan oleh pengadilan, jsutru nama baiknya akan semakin baik. Tetapi, jika sebaliknya, praperadilan di tolah oleh hakim, maka sudah menjadi resiko hukum, karena hanya ada dua kemungkinan putusan hakim di pengadilan itu, jika argumentasi hukum alat bukti lemah dan perbuatan melawan hukum secara pidana kuat, pasti hakim akan menolak permohonan gugatan praperadilan, namun jika argumentasi hukuh tepat, disertai alat bukti sangahan yang akurat, kuat dan sah, ada kemungkinan bersar permohonan gugatan praperadilan tersangka akan di kabulkan oleh hakim dan status tersangka oleh penyidik Sentra Gakkumdu Bawaslu Kota Metro dapat dibatalkan oleh hakim, ”kata Edi Ribut Harwanto yang juga Alumni Taplai Lembaga Ketahanan Nasional (Lemmhanas) Republik Indonesia Angkatan Tahun 2022 ini.(MJP tim)