Jakarta, JURNALPOLRI.MY.ID – Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad Tawalla, angkat bicara soal penangguhan penahanan mahasiswi ITB berinisial SSS yang sempat terseret kasus meme Presiden Prabowo Subianto dan Jokowi. Dzulfikar menilai langkah Polri tersebut sebagai keputusan yang proporsional dan sarat nilai kebijaksanaan.
Menurut Dzulfikar, sikap tegas namun manusiawi dari Polri pada Selasa (13/5/2025) itu menjadi contoh konkret bagaimana hukum ditegakkan tanpa mengabaikan ruang demokrasi.
“Ini bentuk penegakan hukum yang mencegah demokrasi berubah menjadi anarki,” ujar Dzulfikar.
Fikar menyampaikan demokrasi harus terus dirayakan. Semua warga bangsa, kata dia, harus punya ruang yang sama dalam menyampaikan aspirasi di ruang publik.
“Tentu dengan nutrisi yang tepat, dengan terus pertimbangkan aspek norma sosial, budaya dan agama yang melekat di tubuh bangsa kita,” ujarnya.
Menurut Fikar, langkah Polri menangguhkan penahanan mahasiswi ITB sudah tepat. Hal itu merupakan bagian dari upaya menyeimbangkan demokrasi dan hukum agar berjalan seiring.
“Demokrasi terjaga, hukum juga tidak kehilangan wibawa. Saat yang sama, generasi muda masih punya ruang terbuka untuk terus menyampaikan kritik dan aspirasi, selama hal tersebut terukur dan bisa dipertanggungjawabkan,” tutur Fikar.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menangguhkan penahanan SSS. Alasannya, SSS diberikan kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya.
“Penanggulangan penahanan ini diberikan tentu mendasari pada aspek pendekatan kemanusiaan dan memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk melanjutkan perkuliahannya,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko.
Penangguhan penahanan SSS dikabulkan penyidik usai menerima permohonan resmi dari kuasa hukum dan orang tuanya. SSS juga telah menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan. (*)















