JURNALPOLRI.MY.ID, NTT – Saat debu erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki masih menyelimuti Flores Timur, Polri menunjukkan kepedulian mendalam. Pada Senin (18/11/2024), Tim Trauma Healing dari Biro Psikologi Staf Sumber Daya Manusia (SSDM) diberangkatkan langsung ke lima titik posko pengungsian.
Misi mereka bukan hanya sekadar kunjungan, melainkan membawa harapan baru bagi para korban yang tengah berjuang memulihkan diri dari tragedi ini.
Dalam pernyataannya, Kepala Biro Psikologi SSDM Polri, Brigjen Kristiyono, menekankan pendekatan unik yang digunakan timnya.
“Pendekatan trauma healing ini tidak hanya berbasis psikologi klinis, tetapi juga melibatkan pendekatan humanis dan budaya lokal. Kami memahami bahwa masyarakat Flores Timur memiliki kearifan lokal yang kuat,” ujarnya.
Dengan menghormati tradisi setempat, proses pemulihan ini dirancang agar lebih relevan dan diterima. Kearifan lokal menjadi jembatan yang menyatukan hati tim dengan para pengungsi, membangun kepercayaan yang menjadi fondasi pemulihan emosional mereka.
Anak-anak menjadi prioritas dalam trauma healing ini. Tim SSDM Polri menciptakan berbagai aktivitas interaktif yang mampu mengalihkan perhatian mereka dari trauma.
“Kami mengadakan permainan edukasi, energizer, hingga kegiatan menari. Semua dirancang untuk mengembalikan keceriaan mereka sekaligus memulihkan kemampuan sosial yang terganggu akibat bencana,” kata Kristiyono.
Sebanyak 150 anak di setiap posko, mulai dari Posko Ile Gerong hingga Posko Lewolaga, ikut serta dalam kegiatan ini. Anak-anak yang sebelumnya terdiam dalam ketakutan kini mulai menunjukkan senyuman, menjalin interaksi, dan menemukan kembali semangat masa kecil mereka.
“Anak-anak seringkali tidak dapat mengungkapkan perasaan mereka secara verbal. Oleh karena itu, pendekatan melalui permainan dan bernyanyi sangat efektif untuk meredakan ketegangan emosional,” tambah Kristiyono.
Tidak hanya anak-anak, para pengungsi dewasa juga mendapatkan perhatian khusus. Psikolog Madya SSDM Polri, Kombes Yenny Rosmalawati Dewi, mengungkapkan bahwa terapi pernapasan menjadi andalan untuk meredakan kecemasan mereka.
“Teknik Pernafasan Lima Jari dan Teknik Grounding kami ajarkan agar dapat diaplikasikan secara individu maupun kelompok. Pendekatan ini membantu mereka menghadapi tekanan situasi dan memulihkan ketenangan batin,” jelasnya.
Layanan ini tidak hanya bersifat temporer, tetapi dirancang agar bisa diterapkan secara mandiri oleh para pengungsi di kemudian hari. Para peserta merasa lebih kuat dan siap menghadapi hari-hari mendatang meskipun bayangan erupsi masih menghantui.
Pada Sabtu (16/11/2024), tim memulai misi mereka di berbagai posko. Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan ke Desa Klatanlo, yang berada di kaki Gunung Lewotobi.
Di sini, sesi trauma healing tidak hanya berfokus pada pengungsi, tetapi juga pada pemantauan fasilitas posko dan interaksi langsung dengan warga.
Yenny menuturkan, “Kami memastikan layanan psikologi dapat meningkatkan keceriaan dan motivasi anak-anak. Untuk dewasa, relaksasi membantu mengurangi tingkat kecemasan mereka.”
Dengan langkah kecil namun penuh arti, Tim Trauma Healing Polri berhasil membuka jalan bagi pemulihan batin para korban.
Kegiatan ini bukan sekadar program bantuan, tetapi juga menjadi bukti bahwa Polri hadir sebagai sahabat masyarakat di tengah duka.
Melalui pendekatan yang mengutamakan kemanusiaan dan budaya lokal, Polri memberikan harapan baru, memulihkan luka batin yang tidak terlihat, dan menyalakan kembali semangat hidup para pengungsi.
Sebuah langkah kecil yang membawa dampak besar, mengingatkan kita bahwa di balik bencana, selalu ada cahaya harapan. (*)