Example floating
Example floating
banner 970x200
Headline

Warga Torete Gempur PT TAS, Sengketa Lahan Mangrove di Morowali Memanas!

68
×

Warga Torete Gempur PT TAS, Sengketa Lahan Mangrove di Morowali Memanas!

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Morowali, JURNALPOLRI.MY.ID — Suasana rapat sosialisasi terbuka antara warga Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan pihak PT Teknik Alum Servis (TAS) memanas, Kamis (16/10/2025).

Rapat yang digelar di Gedung Serba Guna Desa Torete ini menghadirkan sejumlah pejabat penting, termasuk Wakapolres Morowali Kompol Awaludin Rahman, S.H., M.A., Danramil 1311-02/BS Letda Inf Alfianus Sitohang, Kapolsek Bungku Pesisir AKP I Ketut Yoga Wisata, S.H., serta Camat Bungku Pesisir Sudarmin Moonai.

banner 300x600

Turut hadir pula Plt Kepala Desa Torete Amrin S dan Kepala Teknik Tambang PT TAS Ir. Agus Riyanto, ST.

Rapat ini semula dijadwalkan sebagai wadah penyampaian informasi dan klarifikasi terkait aktivitas perusahaan di lahan yang diklaim warga sebagai kawasan mangrove dan perkebunan adat.

Spanduk protes warga Desa Torete menuntut pertanggungjawaban PT TAS atas aktivitas perusahaan di lahan mangrove yang dianggap melanggar dan tanpa sosialisasi terbuka.
Spanduk bertuliskan tuntutan warga Desa Torete terhadap PT TAS dipasang di jalan menuju area aktivitas perusahaan.

Namun, forum itu justru berubah menjadi ajang adu argumentasi tajam antara perwakilan masyarakat dan pihak perusahaan.

Tudingan Pelanggaran di Kawasan Mangrove

Warga menyoroti dugaan pelanggaran oleh PT TAS yang dinilai telah melakukan kegiatan di wilayah mangrove tanpa sosialisasi terbuka dan tanpa izin resmi masyarakat.

“Perusahaan masuk begitu saja, padahal ini tanah adat dan ada tanaman produktif milik warga,” ujar salah satu perwakilan masyarakat dalam rapat itu.

Mereka mendesak penegakan hukum atas dugaan pelanggaran lingkungan serta mempertanyakan tanggung jawab kepala desa yang dianggap menyalahgunakan wewenang dengan menjual aset desa tanpa musyawarah publik.

Harga Pembebasan Jadi Titik Panas

Masalah harga pembebasan lahan menjadi sorotan paling tajam.
Pihak PT TAS disebut hanya menawarkan Rp10.000 per meter, sementara masyarakat menolak keras angka tersebut dan menuntut Rp100.000 per meter sebagai penawaran awal yang dinilai lebih adil.

“Tanah kami bukan sekadar lahan kosong, ini tanah adat, tanah kehidupan kami,” tegas salah satu warga, menolak keras tawaran perusahaan.

Dalam rapat, warga mengusulkan pengukuran ulang lahan, pembahasan terbuka, dan realisasi pembayaran transparan sebagai langkah teknis lanjutan.

Desakan Hukum dan Tanggung Jawab Pemerintah Desa

Poin ketiga rapat yang disoroti warga ialah tindak lanjut hukum terhadap kepala desa Torete.

Warga menuduh pemerintah desa melakukan penyalahgunaan jabatan dengan menjual lahan aset desa di wilayah mangrove tanpa sepengetahuan publik.

“Ini harus diusut tuntas, jangan ada lagi permainan di belakang meja,” kata seorang tokoh masyarakat di sela-sela forum.

Sengketa Jalan dan CSR Tak Transparan

Selain soal lahan, warga juga mempertanyakan status jalan hauling perusahaan dari PIT ke Jetty PT TAS yang disebut memakai lahan masyarakat tanpa sewa yang jelas.

Mereka juga mendesak kejelasan CSR, dana kompensasi, dan program pemberdayaan masyarakat (PPM) tahun 2024–2025 yang dianggap tidak transparan dan belum dirasakan manfaatnya.

KTT PT TAS, Ir. Agus Riyanto, S.T. sempat menyinggung adanya permintaan dana Rp1 miliar untuk kepentingan umum, namun hal itu langsung dibantah warga.

“Masalahnya bukan uang, tapi kejelasan dan keadilan,” ucap Arlan Dahrin, perwakilan masyarakat Torete.

Tuntutan Masyarakat: Sosialisasi Ulang dan Keadilan Harga

Warga mendesak agar PT TAS melakukan sosialisasi ulang secara terbuka, menghadirkan pihak terkait termasuk aparat hukum dan pemerintah kabupaten.

Mereka menegaskan tidak akan menerima kesepakatan sepihak sebelum pengukuran dan penetapan harga tanah dilakukan secara adil dan mufakat.

Persoalan ini kini mendapat perhatian serius aparat keamanan dan jajaran Forkopimda Morowali. Jika tidak diselesaikan dengan transparan, sengketa ini dikhawatirkan bisa memicu konflik sosial baru di kawasan pesisir Torete.

Editor: Hartono/Investigasi

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *